Artificial Intelligence adalah Asisten, Bukan Pengganti

Finsensius Yuli Purnama (dua dari kanan) menyerahkan piagam penghargaan kepada Septiaji Eko Ketua Presidium Mafindo (dok. PKP UKWMS)

(UKWMS – 20/5/2025) – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya,  kembali gelar acara tahunan, Komunikasi Fiesta (Komfiest). Penyelenggaraan Komunikasi Fiesta 2025 yang terdiri dari empat lomba yakni, Advertising, Public Relations, Podcast Audio Visual, dan News Anchor ini memilih tema The Pixelated Edu-Nation. 

“Tema ini menggambarkan transformasi pendidikan yang signifikan berkat kemajuan teknologi digital. Terutama melalui penerapan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang makin erat dengan kehidupan sehari-hari,” ungkap Brenda Tande Priscilia selaku Ketua Pelaksana. 

Pembukaan Komfiest diawali dengan talkshow, digelar pada Jumat (16/5) di Auditorium B – UKWMS Kampus Dinoyo. Hadir sebagai narasumber, Septiaji Eko Nugroho selaku Ketua Presidium Mafindo, didampingi Tabitha Meliala, S.Psi., Founder Wepose Surabaya sebagai Moderator. Tema talkshow yang dibawakan yakni Gen Z, The Catalyst for Education. 

Tidak sedikit orang saat ini kerap memanfaatkan AI dalam lingkup kesehariannya, mulai sekolah, kuliah, penelitian, hingga pekerjaan. Bahkan AI sudah bisa menerjemahkan bahasa hingga mengoreksi cara pengucapan. 

“Kita perlu belajar menempatkan AI untuk kebutuhan kita, tapi pengembangan diri perlu diperhatikan dan kemampuan literasi juga ditingkatkan. Selain itu, kita harus kritis dan bijak. Karena AI bisa menjadi kawan, musuh, maupun keduanya,” papar Eko. 

Namun, secanggih-canggihnya AI jangan sampai menggantikan peran manusia dalam kehidupan. Karena bagaimanapun, AI punya keterbatasan, tidak punya rasa, dan kebajikan. Itu lah kenapa manusia tidak bisa digantikan oleh AI. 

“Manusia harus bisa menjaga nilai dirinya, mari terbiasa bekerja keras, gunakan AI untuk menantang otak kita. Pahami dan kenali AI karena AI adalah asisten bukan pengganti, kemudian baca hasil dari AI dengan kritis, lalu pelajari etika AI – jangan plagiat. Terakhir, jangan sampai kecanduan AI,” pungkas Eko menyimpulkan. 

Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong diskusi terbuka mengenai AI yang tidak hanya meningkatkan aksesibilitas pendidikan, tetapi juga mempersonalisasi pengalaman belajar setiap siswa. Selain itu, teknologi digital memungkinkan kolaborasi global antara pendidik dan pelajar, menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan interaktif. (red1) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *