(UKWMS-17/7/2017) Memulai sebuah bisnis baru di dunia digital merupakan peluang besar bagi pengusaha baru di Indonesia, karena menurut Asosiasi Penggunaan Internet Indonesia (APJII), pengguna internet pada tahun 2016 mencapai 132,7 juta. Bisnis baru ini juga dapat menjadi salah satu faktor positif kemajuan negara dalam meningkatkan jumlah pengusaha. Ini sejalan dengan pendapat Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Bahlil Lahadalia yang mengutarakan bahwa saat ini jumlah pengusaha di Indonesia baru 1,5% dari jumlah penduduk, demikian dikutip suara.com. Oleh karena itu, pada 15 Juli 2017 Koalisi Bersama Rakyat (KIBAR) di bawah koordinasi Kementrian Komunikasi dan Informasi kembali mengadakan talkshow terkait Gerakan Nasional 1000 Startup Digital, yang bertujuan untuk mengajak masyarakat menerapkan bisnis electronic commerce (e-commerce).
Acara yang berlangsung di ruang Auditorium A201, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) merupakan tahap pertama yakni fase Mini Ignition. Tujuan fase ini adalah membangun pola pikir para hacker dalam dunia startup dan memberikan kesempatan untuk terjun langsung dalam dunia bisnis. Hacker yang dimaksud di sini adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan skill di bidang teknologi informasi. Dibawakan oleh moderator Muhammad Ali Irsyad-yang akrab disapa Ijat, acara ini menghadirkan empat narasumber sekaligus yakni Hasna Khairunnisa (Fasilitator Indonesia Android Kejar), Rudy Setiawan (Vice President, Global Infrastructure dan Co-Founder Wowrack), Faza Abadi (CEO Olride), dan Audrey Maximillan (CEO Riliv).
Susunan acara ini terbagi dalam dua sesi dengan materi yang berbeda. Sesi pertama adalah Going for Extra Miles with Code, dengan Hasna dan Rudy sebagai pembicara yang membahas mengenai bagaimana menjadi pengusaha dari pemula hingga menjadi sukses. Tak sekedar menyampaikan pengalaman, Hasna dan Rudy turut memberikan kunci sukses seputar menjalankan startup. Salah satu ungkapan kunci suksesnya adalah metode The Power of Kepepet. “Ketika kita kepepet, kita jadi cepat belajarnya, karena ada tekanan dari berbagai pihak, dan dapat belajar skill baru,” ungkap Hasna mengenai metodenya.
Sesi kedua adalah Don’t Start a Business, Solve a Problem, yang disampaikan oleh Faza dan Maxi. Sesi ini membahas tentang mengenali masalah yang ada di dalam dan di luar diri. Keduanya berbagi pengalaman, seperti Faza menceritakan tentang perjalanannya mencari teman programmer karena ia tidak bisa membuat program. Berawal dari berpura-pura bisa membuat program di sebuah workshop, ia lantas bertemu seorang programmer yang kini menjadi partner usahanya.
Berbeda dengan Faza, Maxi menceritakan saat mahasiswa, ia dulu pernah membuat progam seperti bukalapak.com; yakni laris.com namun gagal. Beberapa tahun kemudian bukalapak.com terbukti sukses, dari cerita tersebut Maxi menyimpulkan, “di startup itu harus mengagungkan kegagalan, yang mana menurut banyak orang kegagalan itu menakutkan, sedangkan di startup gagal itu harus dirayain, tapi dengan cara mencari solusi terbaik dan dilakukan secepat mungkin”. Di akhir acara, Maxi menjelaskan bahwa usai fase Mini Ignition akan diselenggarakan acara terkait fase lainnya secara bertahap diantaranya fase Networking Session, Workshop, Hacksprint, Bootcamp, and incubation. (Val/red/Red)