Inovasi Alat Pencetak dan Kompor Briket dari Sampah Organik

[vc_row][vc_column width=”1/2″][vc_column_text]

(UKWMS-8/2/2019) Teknologi tidak harus rumit apalagi mahal. Teknologi yang murah dan bermanfaat bagi masyarakat tentunya akan membawa berkah bagi kemajuan kehidupan bangsa. Inilah yang terpikir oleh Tim dosen Jurusan Teknik Industri, Teknik Elektro dan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala (FT UKWMS) sehingga tercipta rangkaian inovasi Teknologi Tepat Guna (TTG) dengan memanfaatkan barang-barang bekas, limbah sampah organik dan ilmu yang mereka dalami di Fakultas Teknik UKWMS. Adalah Yuliati, S.Si., MT., Dr. Ir. Suratno Lourentius, MS., Ir. Setiyadi, MT., Ir. L.M. Hadi Santoso, MM. yang membuat inovasi Alat Pencetak Briket Arang/ Batubara dalam Bentuk Tablet dan Tabung dan Kompor Briket untuk Masyarakat.

“Awalnya ide ini tercetus saat mendengar banyak orang mengeluh ketika harga bahan bakar naik. Tentu saya prihatin, mengingat Indonesia begitu kaya akan energi. Hanya saja belum banyak yang tahu bagaimana cara memanfaatkan ataupun mengolahnya,” ungkap Hadi tentang latar belakang inovasinya. Baik alat pencetak briket arang dari limbah sampah organik maupun kompor briket, keduanya dibuat dengan memanfaatkan barang-barang bekas seperti kompor minyak gas yang sudah tidak terpakai. Bahan pembuat arang briketnya sendiri bisa didapatkan dengan mengumpulkan sampah seperti dedaunan, ranting, serbuk gergaji, jerami maupun batok dan sabut kelapa yang telah kering.

Cara membuat briketnya sangat mudah, terutama bagi mereka yang tinggal di pedesaan di mana secara alami masih terdapat banyak limbah sampah organik. “Sebenarnya tidak menutup kemungkinan juga bagi warga kota yang pepohonannya cukup banyak seperti Surabaya saat ini,” ujar Yuliati. Saat ditemui di FT UKWMS keempat dosen tersebut kompak bekerja sama menunjukkan mulai dari cara pembuatan arang briket dari limbah sampah organik, proses pencetakan hingga penggunaan kompor briket inovasi mereka. “Pertama-tama, pilah sampah organiknya, jangan sampai tercampur dengan plastik atau barang tidak organik lainnya. Lalu sampah tersebut dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Selanjutnya sampah dimasukkan ke dalam drum besi bekas dan dibakar dengan teknik pyrolysis yakni pembakaran dengan tingkat oksigen yang rendah hingga menjadi arang,” papar Setiyadi. Alasan kadar oksigen harus dijaga adalah agar sampah tidak terbakar habis hingga menjadi abu. Tekniknya mudah saja, saat sampah sudah mulai terbakar merata, drum ditutup dan dibiarkan beberapa saat hingga apinya padam. Hasilnya adalah arang yang terwujud dari sampah yang sudah kering tersebut.

[/vc_column_text][/vc_column][vc_column width=”1/2″][vc_column_text]

Arang tersebut kemudian diremas dan diayak sehingga menghasilkan bubuk arang yang halus. “Sebagai perekat, kita gunakan tepung tapioka yang dilarutkan dalam air dan dididihkan sehingga mengental seperti lem,” tutur Suratno seraya memperagakan. Tidak ada takaran khusus dalam mencampur bubuk arang dengan lem, yang penting tercampur rata sehingga adonan bisa dibentuk dengan tangan. Adonan hitam tersebut lantas dimasukkan ke dalam alat pencetak briket yang berbentuk tabung ataupun tablet dan diratakan bagian atasnya dengan penutup. Lalu dengan sistem hidrolik dikempa menggunakan tangan hingga memadat. Saat penutup dibuka, arang briket yang padat tersebut tinggal didorong keluar cetakan dengan sistem hidrolik yang sama. Selanjutnya arang briket yang masih basah itu tinggal dijemur selama empat jam di bawah terik matahari hingga kering dan kemudian sudah bisa digunakan untuk menyalakan kompor.

Hadi mengungkap, “kelebihan dari inovasi ini adalah mudah digunakan, bahan bakunya mudah didapat dan ramah lingkungan, energinya terbarukan, bebas perawatan, briket yang dibentuk juga tidak menghasilkan asap saat dibakar dan baranya sanggup bertahan hingga enam jam”. Alat inovasi tim dosen tersebut berdimensi panjang 60 cm, lebar 60 cm dan tinggi 100 cm, dengan berat 30 kg dan berkemampuan tekan sampai dengan dua ton, sanggup menghasilkan 8 tabung briket per sekali tekan. Jika alat ini dapat dipergunakan oleh masyarakat luas, niscaya akan membantu dalam masalah krisis energi dan dapat menekan pengeluaran biaya rumah tangga. (Red)

[/vc_column_text][vc_custom_heading text=”“Awalnya ide ini tercetus saat mendengar banyak orang mengeluh ketika harga bahan bakar naik. Tentu saya prihatin, mengingat Indonesia begitu kaya akan energi. Hanya saja belum banyak yang tahu bagaimana cara memanfaatkan ataupun mengolahnya”

~Hadi Santoso~” font_container=”tag:h3|text_align:right|color:%231e73be|line_height:2″ google_fonts=”font_family:Arvo%3Aregular%2Citalic%2C700%2C700italic|font_style:400%20regular%3A400%3Anormal”][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_gallery interval=”3″ images=”8522,8520,8510″ img_size=”large”][/vc_column][/vc_row]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ilustrasi-Hari-Kesadaran-Epilepsi-Sedunia_creator-SewcreamStudio_credit-Getty-images.jpg

Hari Kesadaran Epilepsi Sedunia

(UKWMS – 26/03/2024) Hari Kesadaran Epilepsi Sedunia atau Epilepsy Awareness Purple Day adalah peringatan internasional yang diperingati setiap tahun pada tanggal 26 Maret. Hari ini

Lulusan UKWMS Berdampak Nyata bagi Masyarakat

(UKWMS – 23/3/2024) – Kelulusan menjadi momen yang dinanti para mahasiswa, usai mereka berjibaku dalam dinamika perkuliahan. Sama halnya dengan para wisudawan Universitas Katolik Widya