(UKWMS-13/3/2017) Dalam hal pedagogi, masih ada banyak hal yang bisa dipelajari oleh bangsa Indonesia dari negara-negara Eropa. “Misalnya tentang pendidikan vokasi atau kejuruan, di Indonesia kita masih harus menampik paradigma yang membuat lulusan sekolah kejuruan dipandang sebelah mata,” demikian ujar Drs. Kuncoro Foe G.Dip.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) dua tahun lalu saat membuka acara “Kick-off Meeting INDOPED – Modernizing Indonesian Higher Education with Tested European Pedagogical Practices”. Pedagogi atau pendekatan pembelajaran yang memicu seseorang untuk berpikir dan bertindak inovatif adalah suatu kebutuhan yang tak dapat disangkal, terutama pada era global masa kini.
“Kami sedang fokus mempelajari dan mengembangkan penerapan innovation pedagogy yang merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pengembangan kompetensi inovasi. Pendekatan ini menjelaskan bagaimana suatu pengetahuan diasimilasi, diproduksi dan dipergunakan dalam cara yang bisa menghasilkan inovasi,” ujar Y.G Harto Pramono, Ph.D. selaku Wakil Rektor I Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS). Selaku Wakil Rektor yang bertugas dalam bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, Harto juga terlibat langsung dalam rangkaian acara INDOPED yang dimulai sejak tahun 2015 lalu. “Hari ini adalah kesempatan kita untuk mempelajari tentang pembuatan rubrik asasmen dari ahlinya,” ujarnya membuka acara lokakarya pembuatan rubrik asesmen yang diselenggarakan di hari Senin, 13 Maret 2017 tersebut.
Menghadirkan pembicara Erik Hendriks dari lnholland University of Applied Science, Netherland, acara yang diikuti oleh puluhan dosen dari berbagai jurusan bidang studi di UKWMS tersebut berlangsung selama satu hari. Erik adalah seorang pakar bidang Entrepreneurial Education, yang telah berpengalaman mengajar sejak tahun 1983 di Belanda dan Finlandia. Selain itu sejak 1999 Erik juga terlibat dalam berbagai proyek European Union di Indonesia dan Malaysia. “Pengalaman mengajar di berbagai tempat dengan budaya berbeda selama bertahun-tahun membuat saya bertanya-tanya apa yang sebenarnya membuat saya melakukan apa yang saya lakukan (dalam mengajar),” ungkap Erik dalam sambutannya sebelum memulai lokakarya. Seperti halnya Indonesia, di Belanda pengajar mengajar dengan mengikuti kurikulum yang dirancang untuk pelajar. Kurikulum tersebut sudah ada sebelumnya dan guru maupun pelajar tinggal mengikutinya. Namun tidak demikian halnya dengan Finlandia, ternyata di sana sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru dan pelajar duduk bersama untuk bersama-sama merencanakan apa yang ingin dicapai oleh pelajar dalam empat tahun ke depan. “Hal tersebut mungkin terdengar asing, namun lebih sesuai dengan kebutuhan saat ini, terutama dengan kecenderungan dunia pendidikan global yang mengarah pada student-centered learning (proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar). Saat kita mengajar saat ini, apakah sudah kita pikirkan bahwa fokus kita dalam mendidik sesungguhnya adalah pelajar? Inilah mengapa kita benar-benar harus mempelajari pembuatan rubrik asasmen yang efektif,” tandas Erik.
Rubrik asasmen akan membantu pembelajar untuk memahami ekspektasi dan komponen dari suatu penugasan, lebih menyadari perkembangan proses belajar mereka, serta meningkatkan kinerja mereka melalui timbal balik yang detil dan sesuai pada waktunya. “Kesadaran akan kebutuhan inilah yang mengumpulkan kami semua untuk melaksanakan dan mengikuti lokakarya ini,” ungkap Harto Pramono. (Red)