Psikologi UKWMS Gaungkan Kesadaran Untuk Cegah Pedofilia

(UKWMS – 12/9/2025) – Setiap anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih saying. Tanpa rasa takut menjadi korban kekerasan. Melihat pentingnya akan perlindungan bagi anak-anak, perlu untuk mengajak masyarakat memahami upaya pencegahan terjadinya pedofilia.

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (FPSI UKWMS) menggelar workshop internasional. Tajuk yang dipilih “The Uncomfortable Truth: Can We Predict and Prevent Pedophilia?”. Acara ini berlangsung di Ruang Teater Timur, Kampus UKWMS Pakuwon City, pada Kamis (11/9) kemarin.

Hadir sebagai narasumber utama, Professor Aureliano Pacciolla, Ph.D., seorang psikolog forensik dan psikoterapis asal Italia. Sekaligus penerima Victor Frankl’s Award 2024. Acara ini diikuti oleh mahasiswa, dosen, praktisi kesehatan serta psikologi yang peduli terhadap isu perlindungan anak.

Dalam sambutannya, Agnes Maria Sumargi, M.Psych., Ph.D, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi UKWMS, menyampaikan rasa terhormat atas kehadiran narasumber internasional ini. Serta menekankan pentingnya membicarakan isu pedofilia secara terbuka, meskipun masih jarang dilakukan.

“Topik ini menggelisahkan, tetapi justru karena itulah kita harus berani membicarakannya demi perlindungan anak-anak,” ungkap Agnes dalam sambutannya.

Sementara itu, Dr. F.V. Lanny Hartanti, S.Si., M.Si., selaku Wakil Rektor I UKWMS menegaskan, bahwa pedofilia adalah isu yang mendesak secara moral dan sosial. “Ini adalah sebuah uncomfortable truth, kebenaran yang tidak menyenangkan, namun harus kita hadapi bersama-sama,” ujarnya.

Edukasi Anak Kenali Situasi Berisiko

Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk bisa mencegah agar pedofilia ini bisa dihindari. Prof. Aureliano memaparkan cara serta edukasi yang menjadi pembahasan dalam penelitiannya. Dan bisa diterapkan oleh para orang tua serta anak-anak.

“Pertama yang dapat kita lakukan adalah, mengedukasi anak-anak sejak usia 5 – 12 tahun, situasi kritis yang berisiko bagi mereka. Termasuk ketika mereka diusia remaja, 15 – 16 tahun. Kedua, mengajarkan kepada mereka, bila dalam situasi yang berisiko, apa yang harus dilakukan. Termasuk, harus segera melapor ke guru atau orang tua,” terang Prof. Aureliano.

Metode pengajaran kepada anak-anak, dapat menggunakan beberapa media kreatif. Seperti gambar, kartun maupun animasi, hingga cerita yang mudah dipahami oleh anak-anak. Sehingga mereka paham dan waspada akan situasi di sekitarnya. 

Lalu, apa yang bisa kita lakukan dalam menghadapi pelaku pedofilia? “Kita sebagai psikolog dan profesional, punya tugas untuk bisa memulihkan mereka. Tetapi untuk bisa sepenuhnya sembuh, masih belum tentu karena ini adalah gangguan. Namun, kita harus merawat mereka, menjaga emosinya,” tutur Prof. Aureliano.

Bertindak sebagai moderator, Erlyn Erawan, M.Ed., menekankan penjelasan dari Prof. Aureliano bahwa perbedaan antara normafilia dan parafilia yang terletak pada satu kata: consent. Ia menjelaskan bahwa anak-anak tidak bisa memberikan persetujuan yang valid, apalagi ketika berada dalam situasi ancaman. “Dalam kondisi apa pun kita harus berani berkata tidak,” tegasnya.

Melalui kegiatan ini, Fakultas Psikologi UKWMS berharap masyarakat semakin sadar bahwa isu pedofilia bukan sekadar masalah individu, tetapi juga tantangan sosial yang harus dihadapi bersama. Keterbukaan, edukasi, serta keberanian melindungi anak-anak menjadi kunci dalam upaya pencegahan. (Red/Red1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Membangun Solidaritas Warga di Era Digital

(UKWMS – 10/9/2025) – Kemajuan teknologi komunikasi saat ini menjadi ruang baru bagi masyarakat sebagai bentuk solidaritas yang termediasi. Ruang baru ini bertujuan untuk membangun kesadaran

APTIK Nyatakan Sikap Melalui Seruan Moral

(UKWMS – 2/9/2025) – Melihat situasi politik Indonesia saat ini, dibutuhkan pemikiran dan sikap yang bijaksana. Bukan untuk memperkeruh, namun sebagai peringatan bagi diri kita