[vc_row][vc_column width=”1/2″][vc_column_text]
(UKWMS-26/11/2017) Kepemimpinan dan visi adalah dua komponen vital dalam membangun sebuah strategi bisnis korporasi. Strategi bisnis korporat, adalah tentang menciptakan organisasi yang sanggup bertahan dan lincah menghadapi lika-liku perekonomian. Bagaimanakah kebijakan ini bisa tetap efektif di era yang penuh disrupsi seperti sekarang ini? Pada saat ‘disrupsi’ adalah kondisi ‘normal’ versi baru, bagaimanakah para pemimpin bisnis dan investor harus menanggapi? Bagaimanakah perkembangan ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan kita dalam berinvestasi di masa depan?
Pada satu sisi, inovasi yang disruptif dalam bisnis dan teknologi bisa menjadi sebuah katalis dalam memperkenalkan model bisnis baru yang menuntun ke arah kesempatan yang lebih banyak serta efisiensi yang lebih hebat. Contohnya saja; e-commerce, pemasaran media sosial, transportasi online, teknologi keuangan, mobil listrik dan lain sebagainya. Begitu beragam keuntungan menarik yang ditampilkan sebagai hasil dari disrupsi, Jurusan International Business Management (IBM) Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) menilai bahwa para pemimpin bisnis dan investor tentunya telah menjadikan hal itu sebagai prioritas utama. Namun, penelitian menunjukkan bahwa tidak semua pemimpin bisnis serta investor ini siap menghadapi era disruptif tersebut. Bahkan, beberapa memiliki kecenderungan berpegang pada ‘cara-cara lama’.
Konsekuensi yang harus ditanggung menjadi sebuah pertanyaan besar dalam hal keuletan bisnis di antara korporasi- korporasi. Keuletan bisnis pada dasarnya adalah kemampuan yang diperlukan suatu organisasi bisnis agar mampu bertahan, beradaptasi dan berkembang di lingkungan baru maupun era yang disruptif. Keuletan bisnis adalah suatu kapasitas adaptasi dari sebuah organisasi bisnis untuk tetap beroperasi dan mencapai hasil yang diinginkan meski dalam kondisi sulit, rumit, berubah-ubah, tak terduga dan tidak pasti. “Ini adalah suatu topik ‘aktual’ dalam dunia bisnis, secara global maupun khusus di Indonesia,” ujar Dr. Lodovicus Lasdi, MM.,Ak., CA selaku Dekan FB UKWMS.
Mendatangkan Julia Suryapranata Gouw, yang pernah menjabat sebagai President and Chief Operating Officer of East West Bank in California, USA., FB UKWMS berniatan untuk belajar langsung mengenai pentingnya memiliki kompetensi Keuletan Bisnis terutama di era yang serba tidak pasti ini. Ditilik dari American Banker Magazine, Julia yang lahir di Surabaya ini pernah masuk dalam jajaran “25 Perempuan Bankir Paling Berkuasa” selama lima kali. Bulan Oktober lalu, ia menjadi pembicara dalam ajang internasional Woman CEO Summit di Washington DC bersama Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani. Julia juga digelari sebagai “Philanthropist of the Year” oleh the National Association of Women Business Owners in Los Angeles berkat kontribusinya dalam “The Nature Conservancy”, sebuah organisasi non profit yang membantu memulihkan alam dan lingkungan di Indonesia serta beberapa tempat lainnya di dunia.
[/vc_column_text][vc_single_image image=”5863″ img_size=”medium” add_caption=”yes” alignment=”center” style=”vc_box_rounded” onclick=”img_link_large” img_link_target=”_blank”][/vc_column][vc_column width=”1/2″][vc_column_text]
“Hal yang ingin kami pelajari dari Julia adalah sudut pandangnya terhadap ‘keuletan bisnis’ di masa depan dan investasi di tengah era disruptif,” ujar Dr. Wahyudi Wibowo, ST., MM., selaku Kepala Program IBM UKWMS. Dalam sudut pandang Julia Gouw, Indonesia sebagai negara berpopulasi terbanyak ke-4 di dunia, memiliki potensi untuk sama suksesnya dengan Republik Rakyat Tiongkok. Sebenarnya kondisi tersebut adalah sebuah keuntungan, namun jika perekonomian Indonesia tidak dibangun dan sumber daya alamnya hanya dibiarkan tereksploitasi, maka Indonesia tidak akan ikut menikmati keuntungan yang dihasilkan. Kondisi negara yang demokratis; memungkinkan Indonesia untuk membangun perekonomiannya dengan mendukung berbagai jenis bisnis serta usaha baru. Bermula dari berbagai start up, nantinya dalam beberapa tahun usaha-usaha baru itu bisa jadi akan berkembang menjadi berbagai jenis bisnis yang memegang andil banyak dalam perekonomian global.
Jika Indonesia ingin berkembang, maka jangan hanya berfokus pada angka keuntungannya saja. Kita juga perlu memperhatikan kondisi alam yang kita miliki, bangun dan jalankanlah usaha dengan tetap mempedulikan lingkungan sekitar, karena sebesar apapun kita mendapatkan keuntungan jika lingkungan kita rusak hal itu tetap menjadi masalah besar di masa depan. Hal ini pula yang membuat Julia menyarankan agar masyarakat Indonesia, sebagaimana juga pemerintahnya benar-benar memperhatikan perkembangan perusahaan digital. Teknologi digitalisasi harus diakui telah menjadi suatu terobosan yang berhasil mengubah pergerakan bisnis dari banyak menggunakan barang secara fisik beserta segala limbahnya menjadi suatu usaha yang menguntungkan meskipun berwujud virtual. “Indonesia harus benar-benar beradaptasi dengan perubahan perekonomian dari gaya fisik ke virtual,” demikian pesan wanita kelahiran tahun 1959 silam tersebut.
Kondisi demografik Indonesia yang luar biasa beberapa tahun ke depan menurut Julia mendukung dalam hal investasi terkait pengembangan human capital. Kita perlu benar-benar memperhatikan edukasi masyarakat Indonesia, dengan jumlah manusia sebanyak itu sangatlah penting bagi Indonesia untuk mampu mengenali talenta yang dimiliki warganya serta tahu di mana harus menempatkan mereka. Lebih dari itu, menilik prediksi perekonomian Indonesia tahun 2018 mendatang yang dinilai potensial terpengaruh oleh pergerakan politik; Julia beranggapan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir akan kehilangan investor dari luar negeri. “Selama tidak ada perubahan dramatis dalam kondisi perpolitikan Indonesia, investor-investor besar dari luar tidak akan lari,” ujarnya. Para investor lokal juga tidak perlu khawatir akan serbuan investor asing, tambahnya. Salah satu cara memperkuat perekonomian Indonesia adalah dengan meningkatkan jumlah uang asing, dan cara terbaik untuk menyuntikkan valuta asing ke Indonesia adalah melalui investasi langsung dari investor luar.
“Era disruptif janganlah selalu dilihat sebagai sesuatu yang buruk. Kita dapat belajar banyak dari disrupsi ataupun perubahan yang terjadi. Lihatlah perkembangan zaman, pada akhirnya tidak ada yang dapat melawan teknologi, jadi lebih baik kita beradaptasi dan memanfaatkan kondisi yang ada untuk sesuatu yang lebih positif bagi diri sendiri dan lingkungan,” demikian pungkas Wahyudi yang juga menjadi moderator dalam acara talkshow tersebut.
Sebagai anggota Diaspora Indonesia, Julia lantas berpesan agar generasi muda Indonesia berani bermimpi besar. Pada kesempatan ini, Julia juga melaksanakan aksi filantrofinya dengan memberikan beasiswa penuh bagi Reyna Febriyane dan Olivia Sandy untuk berkuliah di IBM UKWMS. Beasiswa itu melingkupi biaya studi serta biaya hidup selama berkuliah 8 semester di IBM UKWMS. “Saya sangat berterima kasih atas beasiswa ini kepada Ms. Julia Gouw dan saya berjanji akan rajin belajar demi mewujudkan impian saya serta bertanggung jawab dalam memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menempuh pendidikan tinggi di sini,” ungkap Olivia penuh haru. (Red)
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]