(UKWMS – 30/7/2025) – Kekayaan ragam pangan di Indonesia begitu beragam. Hampir setiap daerah di Nusantara ini memiliki makanan khas dan bahan-bahan, yang mana mengandung simbol kebijakan yang dalam dan mengakar di kehidupan masyarakat. Namun, tidak semua orang tahu akan hal ini.
Menilik hal ini, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (FTP UKWMS) menggelar Special Course Indonesian Delicacy: An Exploration of Indonesia’s Culinary Diversity. Kegiatan ini mengajak para peserta untuk mencermati dan mendalami makna tersembunyi dari kuliner di Indonesia.
Terbuka untuk umum, kegiatan ini diadakan pada Rabu (16/7) lalu di Ruang A301 UKWMS Kampus Dinoyo. Selain masyarakat umum, sivitas akademika UKWMS dari lintas program studi dan unit kerja, turut antusias mengikuti sesi ini.
“Melalui acara ini, kita bisa memahami dari aspek filosofi maupun budaya dari kuliner-kuliner yang ada di Indonesia. Kita berharap, dengan memahami bisa semakin bangga, melestarikan, atau berinovasi bahkan berbisnis dibidang kuliner ini. Sehingga, kuliner khas Indonesia bisa terus ada di tengah tantangan kuliner yang luar biasa,” tutur Dekan FTP UKWMS, Dr. Ignatius Srianta, STP., MP., IPU., ASEAN Eng., dalam sambutannya.
Untuk itu, hadir tiga orang narasumber adalah Pakar Filsafat Timur dan Filsafat Budaya UKWMS RD. Agustinus Prastisto Trinarso. Lalu, Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi Jawa Timur Gus Aan Anshori, dan Naen Soeryono, SH., MH., Penghayat Kepercayaan.
Ada beragam definisi untuk memaknai arti kuliner. Salah satunya disampaikan oleh Romo Pras – sapaan akrab RD Agustinus Prastisto. “Kuliner merupakan konsep tentang makanan dan memasak, serta tujuan-tujuannya. Dengan demikian, kuliner merupakan elemen dari kebudayaan, yang berkaitan dengan makna historis, mitos, agama kepercayaan, dan nilai tertentu dalam suatu masyarakat,” terang Romo Pras yang juga Dekan Fakultas Filsafat UKWMS.
“Dalam kehidupan masyarakat kepercayaan, selain adat tradisi yang turun temurun, Tumpeng memiliki sejumlah makna. Tumpeng sebagai bentuk rasa Syukur, doa, dan harapan. Selain itu, menjadi sarana untuk membangun kerukunan masyarakat. Serta penanda suatu kegiatan sakral,” pungkas Naen. (Red1)