(UKWMS – 03/11/2022) – Toleransi beragama merupakan hal yang harus selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia dengan keberagaman yang ada. Tanpa memandang atribut yang dibawa, baiknya sesama masyarakat saling berusaha menciptakan kedamaian Indonesia. Oleh karena itu, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya bergandeng tangan untuk mewujudkan hal tersebut.
Kegiatan penandatanganan MoU dan MoA kolaborasi antara Fakultas Filsafat UKWMS dengan Fakultas Filsafat dan Ushuluddin UINSA Surabaya, berhasil dilaksanakan pada Kamis, (3/11) di UINSA Surabaya. “Kami berharap dengan adanya kerja sama ini, mahasiswa kedua kampus ada kegiatan bersama lintas aliran filsafat dan lintas agama. Soal lintas agama ini soal pengembangan karakter mahasiswa yg berjiwa Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Untara Simon, S.S., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Filsafat UKWMS.
Kegiatan penandatanganan MoU dan MoA dihadiri oleh jajaran rektorat, narasumber, dan mahasiswa dari masing-masing Universitas. Diawali dengan sambutan Rektor UINSA Surabaya yang diwakili oleh Wakil Rektor I Prof. Dr. Ali Mudhofir. “Kami senang dan sangat membuka lebar kesempatan menanti kerja sama dengan karakteristik toleransi agama seperti ini. Interaksi umat beragama bukanlah hal yang istimewa sehingga wajib dilaksanakan siapapun,” ujarnya.
Disusul kemudian sambutan Rektor UKWMS Drs. Kuncoro Foe, G.Dip.Sc., Ph.D., Apt. kuncoro menyatakan, melalui kolaborasi ini UKWMS dan UINSA Surabaya ingin memberikan aksi kerja nyata bukan hanya sebuah slogan, terhadap tanggung jawab moral di masyarakat. “Sungguh momen yang sangat membahagiakan, semoga dengan adanya kerja sama kedua institusi ini semakin menambah ilmu dan tanggung jawab kita semua,” ujar Kuncoro.
Acara berlanjut dengan sesi seminar yang mengusung tema “Peran Agama dan Filsafat dalam Society 5.0”. Bersama Dr. Emanuel Prasetyono dosen UKWMS sebagai moderator, Dr. Hermanto Ja’far dosen UINSA dan RD. Aloysius Widyawan Louis, Lic.Phil., dosen UKWMS selaku narasumber, menyampaikan pentingnya peran agama dan filsafat dalam menghadapi tantangan industri 5.0.
“Menghadapi society 5.0 yang serba dimudahkan oleh teknologi, kita harus tetap bijak dan memiliki iman dalam menjalankan nilai-nilai kebenaran,” ujar Widyawan. Menyambung bahasan tersebut, Hermanto menyampaikan, “Perkembangan teknologi mungkin saja nantinya membuat manusia semakin individualis. Sehingga tercipta ideologi trans humanisme, yang menginginkan manusia mengatasi keterbatasan fisik melalui teknologi. Hal inilah yang harus kita perhatikan, tentang cara menjadi “manusiawi” di era teknologi,” pungkasnya. (JFF/red1)